Mata kuliah : KMB III
Dosen Pengajar : Petrus Taliabo, S.Kep,Ns
HIPERTROFI KELENJAR THYROID
Disusun
Oleh :
Nama : AMAL AZIS
Nim : 111072
Nama : BAHARUDDIN
Nim : 111081
AKADEMI
KEPERAWATAN FATIMA PARE-PARE
I.
KONSEP MEDIK
A. Definisi
Hipertrofi Kelenjar Tiroid Kelenjar
tiroid mengalami
pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan
atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai
goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana
pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi
hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu
sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti
pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.
Kelenjar gondok atau disebut kelenjar tiroid, adalah kelenjar yang
normalnya berlokasi dibagian tengah-depan dari leher kita. Ada tiga bagian
yaitu : lobus kanan, lobus kiri dan lobus intermedius yang
menghubungkan lobus kanan dan lobus kiri. Dalam keadaan normal, kelenjar
tiroid berukuran kecil, dengan berat hanya 2-4 gram posisinya dileher depan
bagian tengah dan tidak teraba. Sehingga pada leher orang normal tidak tampak tonjolan
atau massa yang mengganggu pemandangan seperti apa yang kita lihat pada
penderita gondok.
Penyakit Gondok adalah istilah umum untuk pembesaran kelenjar tiroid
pada tenggorokan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa berupa benjolan biasa
yang bersifat setempat hingga terjadi pembengkakan pada kedua sisi kelenjar
tiroid. Berat kelenjar tiroid adalah sekitar 30 gram, berbentuk dasi
kupu-kupu. Kelenjar ini berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh,
mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan anak kelenjarnya (paratiroid)
berfungsi dalam mengontrol kadar kalsium dalam darah.
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan
jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak
sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran,
bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini
dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma disebut
juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
B. Etiologi
Banyak penyebab Gondok walau
sebagian besar kasus tidak diketahui secara pasti, namun yang paling umum
karena kekurangan asupan Yodium dalam makanan sehari-hari. Membesarnya
tiroid dapat juga disebabkan pengaruh endemisitas daerah tersebut, genetik,
infeksi, peradangan, pubertas, kehamilan, laktasi, menopause, menstruasi,
atau stress, kejadian autoimun dan penyakit Graves. Pada masa-masa
tersebut dapat ditemui
hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Penambahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tim di serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebutsehingga
terjadi iskemia.
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. Defisiensi
Yodium
Yodium
sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di
usus dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut
diantaranya:
a. Choroid
b. Ciliary body
c. Kelenjar susu
d. Plasenta
e. Kelenjar air ludah
f. Mukosa lambung
g. Intenstinum tenue
h. Kelenjar gondok
Sebagaian
besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar yodium
di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap penyakit
gondok.
2. Tiroiditis Hasimoto’s
Ini
adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh sistem
kekebalan tubuh
sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat persediaan
yang memadai hormon tiroid.
3. Penyakit
Graves
Sistem
kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid stimulating
imunoglobulin (TSI). Seperti
dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar
memproduksi sebuah gondok.
4. Multinodular Gondok
Individu
dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid
yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada
kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal
yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul
beberapa ketika pertama kali terdeteksi.
5. Kanker Tiroid
Thyroid
dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul
adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap
kanker.
6. Kehamilan
Sebuah
hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin) dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
7. Tiroiditis
Peradangan
dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
Hal ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.
8. Pada
umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
9. Kelainan
metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
10. Penghambatan sintesa hormon oleh zat
kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
11. Penghambatan sintesa hormon oleh
obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
Penyebab gondok beraneka ragam, antara lain :
1) Otoimun –
Pada penyakit ini tubuh mempunyai zat yang menolak keberadaan kelenjar tiroid
dengan cara mengganggu/merusak kelenjar ini. Pada penyakit Basedow (Graves) zat
anti ini merangsang produksi tiroid berlebihan tanpa menghiraukan pengaturan
umpanbalik (otonom) sehingga kadar tiroid darah tinggi (hipertiroidi).
Sebaliknya pada penyakit Hashimoto, zat anti merusak sel-sel tiroid sehingga
kadar tiroid darah turun (hipotiroidi).
2. Infeksi –
Penyebab tiroiditis infeksiosa dapat bakteri/virus. Gondok dalam hal ini karena
mengalami peradangan, maka pada perabaan terasa nyeri. Suhu tubuh naik.
3. Degenerasi –
Yaitu penurunan mutu jaringan tiroid sehingga bentuk dan/kinerjanya abnormal
(disfungsi).
4. Neoplasia –
Regresi proliferatif noduler menyebabkan neoplasma jinak (benigna)/
ganas(maligna).
5. Goitrogen –
Goitrin, tioglikosida, tiosianat, disulfide, yodium berlebih dapat menyebabkan
strumigenesis. Isoflavon dapat pula memicu gondok.
6. Defisiensi
nutrisi -
Kekurangan yodium atau mineral tertentu menyebabkan kinerja tiroid inefisien
sehingga memicu gondok.
7. Dishormonogenesis –
Defek enzim pada tahapan tertentu, biasanya sejak lahir/turunan.
8. Resistensi
tubuh –
Kekebalan sel-sel tubuh terhadap pengaruh hormon tiroid meningkatkan produksi
sehingga memicu gondok kompensasi.
9. Pubertas/hamil –
Karena kebutuhan tiroid meningkat (struma kompensasi). HCG pada trimester I
dapat keliru dianggap TSH, sehingga ditanggapi oleh kelenjar tiroid (struma
toksik).
10. Psikologi –
Akibat dari tekanan jiwa (distress).
11. Causa ignota –
Gondok pada ibu pasca melahirkan, gondok Riedel belum diketahui penyebabnya.
C. Manifestasi
klinik
Gejala
utama :
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran
sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di
bawah Adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah
tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas),
batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi
dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di
atas kepala
8. Kelainan fisik (asimetris leher)
Dapat juga
terdapat gejala lain, diantaranya :
1. Tingkat peningkatan denyut nadi
2. Detak jantung cepat
3. Diare, mual, muntah
4. Berkeringat tanpa latihan
5. Goncangan
6. Agitasi
7. Berat badan menurun
8. Gugup, mudah terangsang, gelisah,
emosi tidak stabil, insomnia
9. Gondok (mungkin disertai bunyi
denyut dan getaran).
10. Berkeringat
11. Diare
12. Kelelahan otot
13. Tremor (jari tangan dan kaki)
14. Oligomenore/amenore
15. Telapak tangan panas dan lembab
D. Patofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid
adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid.
Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki
cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi
hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal
ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH).
Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid
dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran
menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok.
Kelenjar
tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga
dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada
gilirannya dipengaruhi oleh hormonthyrotropin releasing hormon (TRH) dari
hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada
kelenjar tiroid. Serum hormon
tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke
hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon
tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi
dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis
reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus.
Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas
metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan
dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH meningkat.
Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia
kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses
ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon
tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan
goitrogens.
Gondok
dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor
TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid
hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi
human chorionic gonadotropin.
Pemasukan
iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH,
glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid),
gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat
menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone
tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid
sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak
goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan
oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan
menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila
pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya
lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat
mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
Berbagai
faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid
termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau
bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak,
kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid,
anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan
secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai
akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi
kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan.
Berdasarkan
kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis.
Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai
tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis
banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan
anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus
struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan
dengan penyebab defisiensi jodium.
E. Komplikasi
1.
Obstruksi
jalan nafas
2.
Infeksi luka
3.
Hipokalsemia :
4.
Ketidakseimbangan hormone tiroid
F. Penatalaksanaan
Ada beberapa macam untuk
penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut :
1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan
menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan
yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak
mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan
obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk
pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau
wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon
tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang
terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat
diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat
sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan
sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat
tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi
hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan
struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2. Yodium
Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi
dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi
jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif
dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul
dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan
genetic. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus
diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah
operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
3. Pemberian
Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin
digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan
kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol
II. ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Kaji Riwayat Penyakit.
a. Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien.
b. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
2.
Tempat tinggal sekarang dan masa
balita
3.
Usia dan Jenis kelamin.
4.
Kebiasaan makan.
5.
Penggunaan obat – obatan :
a.
Kaji jenis
obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir.
b. Sudah berapa lama digunakan.
c. Tujuan pemberian obat.
6.
Keluhan klien :
a. Sesak napas, apakah bertambah sesak bila
beraktivitas.
b. Sulit menelan.
c. Leher bertambah besar.
d. Suara serak/parau.
e.
Merasa malu dengan
bentuk leher yang besar dan tidak simetris.
7.
Pemeriksaan fisik :
a. Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau
ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di
palpasi.
b. Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya.
c. Auskultasi bruit pada arteri tyroidea.
d. Nilai kualitas suara.
e. Palpasi apakah terjadi deviasi trachea.
f. Pemeriksaan diagnostic.
g. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum.
h. Pemeriksaan RAI.
i. Test TSH serum.
8. Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan
patologis diatas terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen,
nutrisi, cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep
diri seperti :
a. Status pernapasan.
b. Warna kulit.
c. Suhu kulit (daerah akral).
d. Keadaan / kesadaran umum.
e. Berat badan dan tinggi badan.
f. Kadar hemoglobin.
g. Kelembaban kulit dan teksturnya.
h. Porsi makan yang dihabiskan.
i. Turgor.
j. Jumlah dan jenis cairan per oral yang
dikonsumsi.
k. Kondisi mukosa mulut.
l. Kualitas suara.
m. Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi
dan gaya interaksi klien dengan orang di
sekitarnya.
n.
Bagaimana klien
memandang dirinya sebagai seorang pribadi.
B. Diagnosa
Keperawatan
1.
Pola napas yang
tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap
trachea.
2.
Perubahan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang kurang akibat
disfagia.
3.
Perubahan citra
diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.
4.
Ansietas yang
berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan pengobatannya, atau
persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.
Rencana Tindakan
Dx. 1 : Pola napas yang tidak efektif yang
berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea.
Tujuan :
Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali
(sambil menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai
berikut :
a.
Frekuensi
pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur
b .
Akral hangat
c.
Kulit tidak pucat
atau cianosis
d.
Keadaan klien
tenang/tidak gelisah
Intervensi Keperawatan :
1. Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan
2.
Posisi tidur
setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan
4.
Bila dengan
konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif
5. Bantu aktivitas klien di tempat tidur
6. Observasi keadaan klien secara teratur
7.
Hindarkan klien
dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih banyak seperti
ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin
Dx. 2 : Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia.
Tujuan :
Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu
dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Berat badan
bertambah
b.
Hemoglobin : 12-14
gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)
c.
Tekstur kulit baik
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien
2. Porsi makanan kecil tetapi sering
3. Beri makanan tambahan diantara jam makan
4. Timbang berat badan dua hari sekali
5. Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan
6.
Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan menjelang jam makan
Dx. 3 : Perubahan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan bentuk leher.
Tujuan :
Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri
yang positif kembali dengan kritria :
a. Klien menyenangi
kembali tubuhnya
b. Klien dapat
melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif pembesaran pada leher
c. Klien dapat melakukan
aktivitas fisik dan sosial sehari-hari
Intervensi Keperawatan :
1.
Dorong klien
mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher yang berubah
2.
Diskusikan
upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan malu seperti
menggunakan baju yang berkerah tertutup
3.
Beri pujian bila
klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan penampilan diri
4.
Jelaskan penyebab
terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti
tindakan operasi
5.
Jelaskan pula
setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan yang dapat
dilakukan
6.
Ikut sertakan klien
dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien
7. Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya
Dx. 4 : Ansietas yang berhubungan dengan kurang
pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah
tentang penyakit yang diderita.
Tujuan :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali,
ansietas klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Ekspresi
wajah tampak rileks
b.
Klien dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
c.
Klien
mengetahui penyakit dan upaya pengobatan
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan
pengobatannya
2.
Identifikasi
harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan
3. Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :
a. Jenis penyakit dan penyebabnya
b.
Upaya
penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan operasi bila ada
indikasi
c. Prognosa dan prevalensi penyakit
d.
Kondisi-kondisi
yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dan kondisi yang mempercepat
penyembuhan
4.
Laksanakan
pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan kondisi klien dan lingkungannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah – Edisi 8, Vol. 2. EGC.
Jakarta.
Mansjoer
Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius,
1999.
Syaifuddin.
Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2006.
Irianto,
Kus. Struktur & Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Yrama Widya. 2004.
Departemen
Kesehatan RI. Survei Nasional Pemetaan Gangguan Akibat Kekeurangan Yodium
(GAKY). Jakarta, 1998.
Makum
AH, Ismail S, alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1991.
Noer
HMS, Waspadji s, Rachman AM, et al, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1996.
Tierney
LJ. Current medical diagnosis and treatment Connecticut Appleton and Lange,
1997.