Jumat, 19 April 2013

KMB II



Mata kuliah                 : KMB III
Dosen Pengajar           : Petrus Taliabo, S.Kep,Ns
HIPERTROFI KELENJAR THYROID



Disusun Oleh :
Nama  : AMAL AZIS
Nim     : 111072
Nama  : BAHARUDDIN
Nim     : 111081



AKADEMI   KEPERAWATAN  FATIMA   PARE-PARE

I.              KONSEP MEDIK
A.    Definisi
Hipertrofi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.
            Kelenjar gondok atau disebut kelenjar tiroid, adalah kelenjar yang normalnya berlokasi dibagian tengah-depan dari leher kita. Ada tiga bagian yaitu : lobus kanan, lobus kiri dan lobus intermedius yang menghubungkan lobus kanan dan lobus kiri. Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid berukuran kecil, dengan berat hanya 2-4 gram posisinya dileher depan bagian tengah dan tidak teraba. Sehingga pada leher orang normal tidak tampak tonjolan atau massa yang mengganggu pemandangan seperti apa yang kita lihat pada penderita gondok.



            Penyakit Gondok adalah istilah umum untuk pembesaran kelenjar tiroid pada tenggorokan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa berupa benjolan biasa yang bersifat setempat hingga terjadi pembengkakan pada kedua sisi kelenjar tiroid. Berat kelenjar tiroid  adalah sekitar 30 gram, berbentuk dasi kupu-kupu. Kelenjar ini berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan anak kelenjarnya (paratiroid) berfungsi dalam mengontrol kadar kalsium dalam darah.
            Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
            Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

B.     Etiologi
Banyak penyebab Gondok walau sebagian besar kasus tidak diketahui secara pasti, namun yang paling umum karena kekurangan asupan Yodium dalam makanan sehari-hari. Membesarnya tiroid dapat juga disebabkan pengaruh endemisitas daerah tersebut, genetik, infeksi, peradangan, pubertas,  kehamilan, laktasi, menopause, menstruasi, atau stress, kejadian autoimun dan penyakit Graves. Pada masa-masa tersebut dapat ditemui hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Penambahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tim di serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebutsehingga terjadi iskemia.
            Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1.    Defisiensi Yodium
Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya:

a.    Choroid
b.    Ciliary body
c.    Kelenjar susu
d.    Plasenta
e.    Kelenjar air ludah
f.     Mukosa lambung
g.    Intenstinum tenue
h.    Kelenjar gondok
          Sebagaian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap penyakit gondok.
               2.         Tiroiditis Hasimoto’s
Ini adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh sistem            kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat persediaan yang memadai hormon tiroid.
               3.      Penyakit Graves
Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid stimulating          imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk    memperbesar memproduksi sebuah gondok.
4.      Multinodular Gondok
Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali terdeteksi.

5.      Kanker Tiroid
Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap kanker.
6.      Kehamilan
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin) dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
7.      Tiroiditis
Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid. Hal ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.
 8.      Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
 9.      Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
 10.    Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
 11.  Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

Penyebab gondok beraneka ragam, antara lain :
1)    Otoimun – Pada penyakit ini tubuh mempunyai zat yang menolak keberadaan kelenjar tiroid dengan cara mengganggu/merusak kelenjar ini. Pada penyakit Basedow (Graves) zat anti ini merangsang produksi tiroid berlebihan tanpa menghiraukan pengaturan umpanbalik (otonom) sehingga kadar tiroid darah tinggi (hipertiroidi). Sebaliknya pada penyakit Hashimoto, zat anti merusak sel-sel tiroid sehingga kadar tiroid darah turun (hipotiroidi).
 2.     Infeksi – Penyebab tiroiditis infeksiosa dapat bakteri/virus. Gondok dalam hal ini karena mengalami peradangan, maka pada perabaan terasa nyeri. Suhu tubuh naik.
 3.      Degenerasi – Yaitu penurunan mutu jaringan tiroid sehingga bentuk dan/kinerjanya abnormal (disfungsi).
4.    Neoplasia – Regresi proliferatif noduler menyebabkan neoplasma jinak (benigna)/ ganas(maligna).
 5.     Goitrogen – Goitrin, tioglikosida, tiosianat, disulfide, yodium berlebih dapat menyebabkan strumigenesis. Isoflavon dapat pula memicu gondok.
 6.     Defisiensi nutrisi -  Kekurangan yodium atau mineral tertentu menyebabkan kinerja tiroid inefisien sehingga memicu gondok.
 7.     Dishormonogenesis – Defek enzim pada tahapan tertentu, biasanya sejak lahir/turunan.
 8.      Resistensi tubuh – Kekebalan sel-sel tubuh terhadap pengaruh hormon tiroid meningkatkan produksi sehingga memicu gondok kompensasi.
 9.     Pubertas/hamil – Karena kebutuhan tiroid meningkat (struma kompensasi). HCG pada trimester I dapat keliru dianggap TSH, sehingga ditanggapi oleh kelenjar tiroid (struma toksik).
 10.   Psikologi – Akibat dari tekanan jiwa (distress).
 11.  Causa ignota – Gondok pada ibu pasca melahirkan, gondok Riedel belum diketahui penyebabnya.

C.     Manifestasi klinik
Gejala utama :
1.      Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
2.      Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3.      Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan).
4.      Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5.      Suara serak.
6.      Distensi vena leher.
7.      Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
8.      Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :
1.      Tingkat peningkatan denyut nadi
2.      Detak jantung cepat
3.      Diare, mual, muntah
4.      Berkeringat tanpa latihan
5.      Goncangan
6.      Agitasi
7.      Berat badan menurun 
8.      Gugup, mudah terangsang, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia
9.      Gondok (mungkin disertai bunyi denyut dan getaran).
10.  Berkeringat
11.  Diare
12.  Kelelahan otot
13.  Tremor (jari tangan dan kaki) 
14.  Oligomenore/amenore
15.  Telapak tangan panas dan lembab



D.    Patofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok.
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh hormonthyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan.
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.
E.     Komplikasi
1.       Obstruksi jalan nafas
2.      Infeksi luka
3.      Hipokalsemia  :
4.      Ketidakseimbangan hormone tiroid
F.      Penatalaksanaan
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut :
1.      Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2.      Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
3.      Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol


II.        ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.  Kaji Riwayat Penyakit.
a.      Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien.
b.      Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
2.  Tempat tinggal sekarang dan masa balita
3.  Usia dan Jenis kelamin.
4.  Kebiasaan makan.
5.  Penggunaan obat – obatan :
a.      Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir.
b.      Sudah berapa lama digunakan.
c.      Tujuan pemberian obat.
6.  Keluhan klien :
a.      Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas.
b.      Sulit menelan.
c.      Leher bertambah besar.
d.      Suara serak/parau.
e.      Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris.
7.  Pemeriksaan fisik :
a.      Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi.
b.      Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya.
c.      Auskultasi bruit pada arteri tyroidea.
d.      Nilai kualitas suara.
e.      Palpasi apakah terjadi deviasi trachea.
f.      Pemeriksaan diagnostic.
g.      Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum.
h.      Pemeriksaan RAI.
i.      Test TSH serum.
8.  Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri seperti :
a.      Status pernapasan.
b.      Warna kulit.
c.      Suhu kulit (daerah akral).
d.      Keadaan / kesadaran umum.
e.      Berat badan dan tinggi badan.
f.      Kadar hemoglobin.
g.      Kelembaban kulit dan teksturnya.
h.      Porsi makan yang dihabiskan.
i.      Turgor.
j.      Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi.
k.      Kondisi mukosa mulut.
l.       Kualitas suara.
m.     Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya  interaksi klien dengan orang di sekitarnya.
n.      Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.   Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea.
2.   Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang kurang akibat disfagia.
3.   Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.
4.   Ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.

Rencana Tindakan
Dx. 1 : Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea.
Tujuan :
Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai berikut :
a.        Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur
b .       Akral hangat
c.        Kulit tidak pucat atau cianosis
d.        Keadaan klien tenang/tidak gelisah

Intervensi Keperawatan :
1.  Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan
2.  Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
3.  Kolaborasi pemberian obat-obatan
4.  Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif
5.  Bantu aktivitas klien di tempat tidur
6.  Observasi keadaan klien secara teratur
7.  Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin

Dx. 2 : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia.
Tujuan :
Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu dengan kriteria sebagai berikut :
a.      Berat badan bertambah
b.      Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)
c.      Tekstur kulit baik

Intervensi Keperawatan :
1.  Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien
2.  Porsi makanan kecil tetapi sering
3.  Beri makanan tambahan diantara jam makan
4.  Timbang berat badan dua hari sekali
5.  Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan
6.  Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan

Dx. 3 : Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.
Tujuan :
Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali dengan kritria :

a. Klien menyenangi kembali tubuhnya
b. Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif pembesaran pada leher
c. Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari

Intervensi Keperawatan :
1.   Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher yang berubah
2.   Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup
3.   Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan penampilan diri
4.   Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi
5.   Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan yang dapat dilakukan
6.   Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien
7.   Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya

Dx. 4 : Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.
Tujuan :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :
a.       Ekspresi wajah tampak rileks
b.       Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
c.       Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan
Intervensi Keperawatan :
1.  Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya
2.  Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan
3.  Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :
a.      Jenis penyakit dan penyebabnya
b.      Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan operasi bila ada indikasi
c.      Prognosa dan prevalensi penyakit
d.      Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dan kondisi yang mempercepat penyembuhan
4.  Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan kondisi klien dan lingkungannya.


                            
        
           
           











DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah – Edisi 8, Vol. 2. EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius, 1999.
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2006.
Irianto, Kus. Struktur & Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Yrama Widya. 2004.
Departemen Kesehatan RI. Survei Nasional Pemetaan Gangguan Akibat Kekeurangan Yodium (GAKY). Jakarta, 1998.
Makum AH, Ismail S, alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991.
Noer HMS, Waspadji s, Rachman AM, et al, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996.
Tierney LJ. Current medical diagnosis and treatment Connecticut Appleton and Lange, 1997.